Pages

 

Aung San Suu Kyi, Perempuan Penakluk Junta Militer

pnpmmp trenggalek -   Tokoh oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi, yang lahir di Yangon pada 19 Juni 1945 adalah seorang perempuan tangguh yang menjadi simbol demokrasi di negara yang sempat dipimpin junta militer. Suu Kyi dikenal berkat perjuangan dalam mempromosikan demokrasi di negaranya tanpa menggunakan kekerasan.

Demi menggapai mimpinya atas perubahan yang lebih baik di Myanmar, perempuan berusia 66 tahun itu harus berhadapan dengan kekuasaan junta militer. Akibat perlawanannya terhadap rezim militer itu pula, Suu Kyi harus mendekam selama 15 tahun sebagai seorang tahanan rumah. Junta militer menilai, gerakan Suu Kyi akan merusak perdamaian dan stabilitas Myanmar.

Kendati mendapat dukungan dari rakyat Myanmar dan dunia internasional atas perjuangannya, Suu Kyi tidak memanfaatkan hal tersebut sebagai senjata untuk melakukan perlawanan dengan kekerasan. Selama ini, perempuan peraih Nobel Perdamaian itu memegang teguh prinsip hidupnya yang konon terpengaruh oleh pemikiran tokoh besar India, Mahatma Gandhi.

Suu Kyi bisa saja memilih untuk membebaskan dirinya dari tahanan rumah dam hidup di luar Myanmar. Namun Suu Kyi tetap memilih untuk berada di negaranya dan berjuang meski dirinya masih ditahan.

Kegigihan serta visinya kuat Suu Kyi cukup membawa hasil positif, tidak hanya bagi Partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) yang dipimpinnya namun juga bagi jutaan rakyat Myanmar yang sejak lama telah mengharapkan terjadinya perubahan di negara mereka.

Tepat pada 13 November 2010, Suu Kyi secara resmi dibebaskan dari statusnya sebagai seorang tahanan rumah dan Suu Kyi kembali melanjutkan perjuangannya melawan rezim militer. Dalam pembukaan pidatonya yang terkenal, Freedom from Fear, Suu Kyi mengatakan, Bukanlah kekuasaan yang sejatinya merusak, melainkan ketakutan. Takut akan kehilangan kekuasaan merusak mereka yang berkuasa dan membuat mereka tunduk pada ketakutan.

Perjuangan yang dilanjutkannya melalui jalur politik membawa partai yang dipimpinnya, NLD, meraih kemenangan mutlak dalam pemilu sela yang berlangsung pada
1 April lalu. Kemenangan ini dipastikan akan membawa Suu Kyi ke kursi parlemen sebagai perwakilan rakyat dari daerah pemilihan Kawhmu. Suu Kyi bisa saja mengincar posisi yang lebih dari sekedar anggota parlemen, namun sikap ini menunjukkan bahwa ia konsisten dengan prinsipnya untuk membawa perubahan dengan aspirasi rakyat yang diwakilinya.

Sederetan penghargaan telah diterima Suu Kyi, sebut saja beberapa di antaranya adalah Rafto Prize dan Sakharov Prize for freedom of Thought pada 1990, Jawaharlal Nehru Award dan Simon Bolivar Prize pada 2007 serta Wallenberg Medal pada 2011 lalu. Namun, penghargaan tertinggi yang berhasil diraih Suu Kyi adalah Nobel Perdamaian pada 1992 lalu yang semakin mengokohkan perjuangannya dalam menyuarakan aspirasi rakyat, memberi mereka harapan serta membawa Myanmar memasuki era baru yang demokratis. Tidak hanya itu, pada 2007 lalu Pemerintah Kanada juga memberi gelar sebagai warga negara kehormatan kepada Aung San Suu Kyi. Kini, wanita yang sempat menempuh pendidikan di India dan Inggris itu dijuluki sebagai ikon demokrasi Myanmar yang berhasil mempromosikan demokrasi tanpa kekerasan di negaranya.(AUL)

Susunan Redaksi

Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi/Penangggungjawab: Kang Regan S. Wapimred/Redpel: Mbakyu Luluk. Sekretaris Redaksi: Mbakyu Nuri. Bendahara Redaksi: Kang Topo. Dewan Redaksi: Kang Gunarji. Design Grafis/Layout: Mbakyu Sri. Redaktur /Kuntributor Berita : Mbakyu Umi, Lukito, Kristin, Fitria, Kang Sutrisno, Sujarman, Awan, Ridwan Sirkulasi/Iklan: Kang Narso. Transportasi: Mbakyu Tia Alamat Redaksi: Jalan WR. Supratman No. 1, Kelurahan Sumbergedong, Trenggalek (Kode Pos 66315), Jawa Timur. Telepon : (0355) 794466. E-mail Redaksi: pnpm.mpt@gmail.com